Membangun Masyarakat Qurani

Membangun Masyarakat Qurani

     Jika kita berkaca pada masyarakat muslim yang hidup di zaman Rasulullah, mereka benar-benar mendapatkan kemuliaan, ketentraman, kedamaian, keadilan, kesejahteraan. Mereka juga hadir sebagai komunitas masyarkat yang dihargai di antara masyarakat lainnya dan rela dengan semua yang diputuskan oleh Al-Quran . apa yang menjadikan mereka meraih semua keistimewaan ini ?
Sebab utamanya karena mereka benar-benar menikmati hidup bersama Al-Qur’an. Al-Qur’an yang ada di tengah-tengah mereka bukan sekadar tulisan kitab suci. Mereka benar-benar menempatkan Al-Qur’an di dalam hati dan jiwa mereka. Bahkan Al-Qur’an menjadi nafas kehidupan mereka, bukan sekadar di ucapkan di bibir dan menjadi kebanggaan semu. Mereka mentaati semua yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Mereka mencintai Al-Qur’an lahir dan bati. Inilah gambaran sekilas masyarakat qurani di masa Rasulullah.


    Realita ini jelas sangat berbeda dengan masyarakt muslim yang hidup di masa sekarang. Banyak di antara mereka yang memiliki Al-Qur’an, namun hanya sekadar hiasan. Banyak juga di antara mereka yang membaca Al-Qur’an namun hanya sampai lisan dan tenggorokan saja, tidak meresap ke dalam hati dan jiwa mereka. Mereka bangga dengan Al-Qur’an , namun tidak siap dengan hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an. Barangkali mereka mencintai Al-Qur’an lahirnya saja. Atau bahkan ada di antara mereka yang lebih senang mendengarkan suara selain Al-Qur’an daripada mendengarkan Al-Qur’an.
    Inilah sebabnya mengapa Rasulullah khawatir jika kaumnya melakukan hajr Al-Qur’an. Allah menggambarkan hal itu dalam firman-Nya. (Al-Furqan : 30)
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورا٠
“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan".

Imam ibnu katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa di antara makna hajr Al-Qur’an adalah tidak mendengarkan Al-Qur’an ketika dibacakan, atau melakukan sesuatu yang sia-sia ketika dibacakan Al-Qur’an (sibuk mengalihkan pembicaraan kepada yang lainnya sehingga mereka tidak lagi mendengarkan Al-Qur’an), tidak mau belajar Al-Qur’an , tidak mau menghafalkannya, tidak mengimaninya sepenuh hati dan membenarkan ajarannya, tidak mentadabburinya, tidak mau memahami kandungannya dan lebih menikmati mendengarkan lantunan selain Al-Qur’an.
    Semua perilaku ini jelas dibenci oleh Allah. Allah tidak akan menurunkan berkah kepada umatnya yang melalaikan Al-Qur’an. Bagaimana mungkin berkah akan turun jika kitab Al-Qur’an yang seharusnya dijadikan pedoman justru dilalaikan?. Padalah jika kita menelaah dan mengkaji dengan seksama, umat yang melalaikan Al-Qur’an sedang menghadapi bahaya yang cukup besar. Diantaranya kesesatan yang nyata, kesempitan jiwa, kehidupan yang sulit, dapat membutakan mata hati, menjadikan hati seseorang keras, hidup dalam kegelapan dan kehinaan, menjadi teman setianya syetan, lupa diri, dicap sebagai orang fasik dan munafik.
    Jika bahaya ini dialami oleh suatu umat, jelas tidak ada lagi harapan cerah dalam menapaki kehidupan baik di dunia ataupun di akhirat. Cobalah kita renungi salah satu ayat Al-Qur’an yang mengingatkan kita agar tidak melalaikan Al-Qur’an. (Thaha : 124)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى ﴿١٢٤﴾
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".

Bahkan, yang menjadikan suatu umat mulia dan hina juga karena mereka menginggalkan atau tetap bersama Al-Qur’an. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin khattab  berkata, “ingatlah bahwa Nabi kalian telah bersabda, “sesungguhnya Allah mengangkat suatu kaum lantaran Al-Qur’an ini, dan merendahkan kaum lainnya juga karena Al-Qur’an.” (HR Muslim.)
    Kita sangat merindukan masyarakat qurani yang pernah hidup di masa Rasulullah. Paling tidak kita mampu menyerap ruh dan semangatnya. Namun masih tersisa pertanyaan penting, “Bagaiman caranya agar kita mampu membangun masyarakt Qurani tersebut?”
    Ada beberapa kiat praktis yang bisa mengantarkan masyarakat ini menjadi masyarakat qurani:
    Pertama, Jadikan membaca Al-Qur’an sebagai budaya sehari-hari, dalam keluarga kita, bersama orang tua, anak-anak , istri atau suami atau bersama teman-teman dan sahabat kita di masjid. Awali hari kita dengan membaca Al-Qur’an dan akhiri hari kita juga dengan membaca Al-Qur’an. Bawalah Al-Qur’an ke-mana-pun kita pergi, kecuali ketika kita buang hajat. Jadaikanlah ia teman duduk kita, teman mengobrol kita, teman berbagi perasaan kita. Jadikan membaca Al-Qur’an sebagi kebutuhan primer kita, jangan sampai ia dijadikan sebagi kebutuhan sekunder. Dengan demikan dalam sehari kita harus membaca Al-Qur’an secara rutin. Jangan  sampai terlewatkan satu hari pun kecuali kita membaca Al-Qur’an.
    Jika hari itu kita belum sempat membaca Al-Qur’an , mininal kita sempatkan mendengarkan Al-Qur’an lewat media yang memungkinkan. Dengan membudayakan membaca Al-Qur’an ini, akan tumbuh rasa memiliki Al-Qur’an. Dan secara otomatis kita akan merasa ada  suatu yang hilang jika dalam sehari tidak ada satu pun huruf Al-Qur’an yang kita lafalkan.
    Kedua, setelah kita akrab dengan bacaan Al-Qur’an maka latihlan dengan menghafalkan beberapa ayat dan surat. Ulangilah bacaan tersebut dalam shalat kita atau di saat kita senggang. Rasakanlah bahwa mendendangkan Al-Qur’an akan lebih indah dari semua bentuk nyanyian, lebih membawa ketenangan,  ketentraman dan tentunya mendatangkan pahala yang berlipat. Jadikanlah ia wirid kita pagi, siang dan sore. Sehingga lidah kita selalu basah dengan Al-Qur’an.
    Ketiga, tingkatkan budaya membaca Al-Qur’an dan menghafalnya dengan upaya memahi Al-Qur’an. baik lewat terjemah Al-Qur’an, belajar dengan seorang ulama, kelompok kajian atau dengan membaca beberapa buku tafsir shahih yang menjelakan kandungan Al-Qur’an. Dan tanyakan hal-hal yang belum jelas kepada ahlinya. Jangan sampia memahami Al-Qur’an dengan pendapat sendiri, apalagi jika belum memenuhi syarat-syarat baku yang telah ditetapkan agama ini.
    Keempat, mengamalkan Al-Qur’an semaksimal mungkin. Perhatikanlah bahwa ada ayat-ayat Al-Qur’an yang menunggu respon cepat kita untuk mengamalkannya, seperti ayat zakat, sedekah, shalat, puasa, menyantuni fakir miskin dan lainnya. Akan lebih indah jika dalam mengamalkan ayat-ayat tersebut dilakukan secar berjamaah(bersama-sama). Karena jika dilakukan secara berjamaah, akan membawa nuansa tersendiri dalam jiwa kita. Semua akan merasa bahwa keluarga, saudara, teman, dan semua orang besama-sama mendukung mengamalkan Al-Qur’an. Semoga ciat-cita mulia ini untuk membangun mayarakat qurani bisa terwujud dengan langkah-langkah sederhana ini.

banner-2